Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) menindaklanjuti peristiwa Warga Negara Indonesia (WNI) korban penipuan di Kamboja nan mendapat ancaman dari sindikat.
Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Dzulfikar Ahmad Tawalla mengatakan korban awalnya pada September lampau berangkat ke Singapura oleh kenalan adik korban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada tanggal 17 Oktober 2025, nan berkepentingan mengabari bahwa nan berkepentingan secara tidak sadar berada di Kamboja untuk dijadikan pekerja paksa penipuan," kata Dzulfikar dalam keterangan tertulis, Minggu (26/10).
Lalu, pada sekitar 21 Oktober, WNI itu kabur dan meminta pertolongan ke KBRI Phnom Penh.
Saat itu, WNI tersebut diancam oleh perusahaan nan membawa ke Kamboja. Petugas LPMA Bakum KP2MI kemudian menghubungi kerabat WNI tersebut.
"Disampaikan kepada kami, bahwa kondisi nan berkepentingan 80 persen kondusif dan nan berkepentingan tukar nomor dan rahasia, Selanjutnya Dit. LPMA PMI BAKUM bakal menyiapkan surat resmi KP2MI ke Perwakilan RI untuk support penanganan persoalan nan bersangkutan," katanya.
Cerita orang tua korban
Ayah korban, Firman mengatakan meski telah berada di bawah perlindungan KBRI Phnom Penh, para sindikat tetap memberikan ancaman kepada anaknya.
Anaknya mendapat sejumlah pesan teror dari nomor tak dikenal. Pesan teror itu diperlihatkan ke Firman ketika anaknya telah sukses melarikan diri dari letak para sindikat nan mengeksploitasi WNI nan dipekerjakan secara paksa untuk penipuan online.
"Disandera dan dijadikan pekerja paksa untuk penipuan online. Sampai akhirnya bisa kabur punya rencana kabur, lantaran dia ditugaskan pesan makan online dan jemput makanan di depan ruko, Selasa (21/10) pukul 20.00 waktu setempat," kata Firman kepada wartawan.
"Seperti biasa anak saya pesan makan online berdua dengan kawan nan senasib. Makan datang kabur jam 05.00 an pagi baru bisa pesan grab mobil untuk kabur berangkat 19.00 jam menuju KBRI. Akhirnya sampai di KBRI," imbuh dia.
Firman mengaku tidak menyangka anaknya menjadi korban eksploitasi. Sejak awal, dia mengatakan anaknya bekerja di Singapura dengan segala urusan paspor nan telah diurus.
Bahkan, lanjut Firman, awalnya tidak mempunyai kecurigaan, lantaran selama satu bulan di Singapura bekerja betul di sebuah perusahaan. Namun tiba-tiba komunikasi dengan Firman terputus pada Jumat (17/10)
"Di Singapura ditawari kerja di perkantoran. Sampai sana iya betul kerja di perkantoran sebagai customer service," ujarnya.
Namun anaknya kemudian diajak oleh temannya untuk pergi naik pesawat.
"Anak saya belum sadar sampai dia sampai di sebuah toko dan besoknya dia diculik di depan toko itu dan disandera dan dijadikan pekerja paksa untuk penipuan online," kata dia.
Atas kejadian nan menimpa anaknya, Firman berambisi KBRI bisa segera membantu pemulangan anaknya.
Firman mengaku sangat keterbatasan biaya untuk memenuhi kebutuhan anaknya selama di Kamboja. Sebab, anaknya tetap memerlukan biaya untuk penginapan hotel nan rupanya tidak ditanggung pihak KBRI.
"Katanya proses urus berkas lama bisa sampai enam bulan dan tidak ada tempat tinggal. Kami kudu cari biaya sendiri untuk anak saya menginap, makan juga biaya tiket di hotel sekitar KBRI, sedangkan kami orang tua tidak punya duit untuk biaya itu," katanya.
(fra/yoa/fra)
[Gambas:Video CNN]
4 jam yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·